Oleh: Drs. H. Ali Munawar
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ
مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا
رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ
تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ
فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛
فَإِنْ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ،
وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ
الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Hadirin jamaah Jum’at
yang berbahagia!
Pada
kesempatan Jum’at ini, marilah kita merenungkan salah satu firman Allah dalam
surat Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3:
Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah
beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji
orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang
yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Ayat ini
menjelaskan kepada kita bahwa salah satu konsekuensi pernyataan iman kita,
adalah kita harus siap menghadapi ujian yang diberikan Allah Subhannahu wa
Ta'ala kepada kita, untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan kesungguhan
kita dalam menyatakan iman, apakah iman kita itu betul-betul bersumber dari
keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta tidak tahu arah
dan tujuan, atau pernyataan iman kita didorong oleh kepentingan sesaat, ingin
mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan seperti yang
digambarkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam surat Al-Ankabut ayat 10:
Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka
apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah
manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari
Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguh-nya kami adalah besertamu.”
Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia”?
Hadirin
jamaah Jum’at yang berbahagia!
Bila kita sudah menyatakan iman dan kita mengharapkan manisnya buah iman yang
kita miliki yaitu Surga sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Subhannahu wa
Ta'ala :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah
Surga Firdaus menjadi tempat tinggal. (Al-Kahfi 107).
Maka marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan diberikan
Allah kepada kita, dan bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita. Allah
memberikan sindiran kepada kita, yang ingin masuk Surga tanpa melewati ujian
yang berat.
Apakah kalian mengira akan masuk Surga sedangkan belum datang kepada kalian
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka
ditimpa malapetaka dan keseng-saraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang
beriman bersama-nya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah,
sesungguh-nya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah 214).
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam mengisahkan betapa beratnya perjuangan
orang-orang dulu dalam perjuangan mereka mempertahankan iman mereka,
sebagaimana dituturkan kepada shahabat Khabbab Ibnul Arats Radhiallaahu anhu.
لَقَدْ كَانَ مَنْ
قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ بِمِشَاطِ الْحَدِيْدِ مَا دُوْنَ عِظَامِهِ مِنْ لَحْمٍ
أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ وَيُوْضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى
مِفْرَقِ رَأْسِهِ فَيَشُقُّ بِاثْنَيْنِ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ.
(رواه البخاري).
...
Sungguh telah terjadi kepada orang-orang sebelum kalian, ada yang di sisir
dengan sisir besi (sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya,
akan tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya,
dan ada pula yang diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah
dua, namun itu tidak memalingkannya dari agamanya...
(HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan,
Juz 7 hal. 202).
Cobalah kita renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk membuktikan keimanan
kita? cobaan apa yang telah kita alami dalam mempertahankan iman kita? Apa yang
telah kita korbankan untuk memperjuangkan aqidah dan iman kita? Bila kita
memper-hatikan perjuangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam dan
orang-orang terdahulu dalam mempertahankan iman mereka, dan betapa pengorbanan
mereka dalam memperjuangkan iman mereka, mereka rela mengorbankan harta mereka,
tenaga mereka, pikiran mereka, bahkan nyawapun mereka korbankan untuk itu.
Rasanya iman kita ini belum seberapanya atau bahkan tidak ada artinya bila
dibandingkan dengan iman mereka. Apakah kita tidak malu meminta balasan yang
besar dari Allah sementara pengorbanan kita sedikit pun belum ada?
Hadirin
sidang Jum’at yang dimuliakan Allah!
Ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah berbeda-beda.
Dan ujian dari Allah bermacam-macam bentuknya, setidak-nya ada empat macam
ujian yang telah dialami oleh para pendahulu kita:
Yang pertama: Ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan,
seperti perintah Allah kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam untuk menyembelih
putranya yang sangat ia cintai. Ini adalah satu perintah yang betul-betul berat
dan mungkin tidak masuk akal, bagaimana seorang bapak harus menyembelih anaknya
yang sangat dicintai, padahal anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun.
Sungguh ini ujian yang sangat berat sehingga Allah sendiri mengatakan:
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaffat 106).
Dan di sini kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim Alaihissalam yang
benar-benar sudah tahan uji, sehingga dengan segala ketabahan dan kesabarannya
perintah yang sangat berat itupun dijalankan.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim Shallallaahu alaihi wa salam dan puteranya
adalah pelajaran yang sangat berat itupun dijalankannya.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan puteranya adalah pelajaran yang sangat
berharga bagi kita, dan sangat perlu kita tauladani, karena sebagaimana kita
rasakan dalam kehidupan kita, banyak sekali perintah Allah yang dianggap berat
bagi kita, dan dengan berbagai alasan kita berusaha untuk tidak
melaksanakannya. Sebagai contoh, Allah telah memerintahkan kepada para wanita
Muslimah untuk mengenakan jilbab (pakaian yang menutup seluruh aurat) secara
tegas untuk membedakan antara wanita Muslimah dan wanita musyrikah sebagaimana
firmanNya:
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang Mumin” “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Al-Ahzab, 59).
Namun kita lihat sekarang masih banyak wanita Muslimah di Indonesia khususnya
tidak mau memakai jilbab dengan berbagai alasan, ada yang menganggap kampungan,
tidak modis, atau beranggapan bahwa jilbab adalah bagian dari budaya bangsa
Arab. Ini pertanda bahwa iman mereka belum lulus ujian. Padahal Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam memberikan ancaman kepada para wanita yang tidak
mau memakai jilbab dalam sabdanya:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ
النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا؛ قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ
يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ
مَائِلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ
الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا. (رواه مسلم).
“Dua golongan dari ahli Neraka yang belum aku lihat, satu kaum yang membawa
cambuk seperti ekor sapi, yang dengan cambuk itu mereka memukul manusia, dan
wanita yang memakai baju tetapi telanjang berlenggak-lenggok menarik perhatian,
kepala-kepala mereka seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk Surga dan
tidak akan mencium wanginya”. (HR. Muslim, Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayyan,
juz 14 hal. 109-110).
Yang kedua:
Ujian yang berbentuk larangan untuk ditinggalkan seperti halnya yang terjadi
pada Nabi Yusuf Alaihissalam yang diuji dengan seorang perempuan cantik, istri
seorang pembesar di Mesir yang mengajaknya berzina, dan kesempatan itu sudah
sangat terbuka, ketika keduanya sudah tinggal berdua di rumah dan si perempuan
itu telah mengunci seluruh pintu rumah. Namun Nabi Yusuf Alaihissalam
membuktikan kualitas imannya, ia berhasil meloloskan diri dari godaan perempuan
itu, padahal sebagaimana pemuda umumnya ia mempunyai hasrat kepada wanita. Ini
artinya ia telah lulus dari ujian atas imannya.
Sikap Nabi
Yusuf Alaihissalam ini perlu kita ikuti, terutama oleh para pemuda Muslim di
zaman sekarang, di saat pintu-pintu kemaksiatan terbuka lebar, pelacuran
merebak di mana-mana, minuman keras dan obat-obat terlarang sudah merambah berbagai
lapisan masyarakat, sampai-sampai anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah
dasar pun sudah ada yang kecanduan. Perzinahan sudah seakan menjadi barang
biasa bagi para pemuda, sehingga tak heran bila menurut sebuah penelitian,
bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya enam dari sepuluh remaja
putri sudah tidak perawan lagi. Di antara akibatnya setiap tahun sekitar dua
juta bayi dibunuh dengan cara aborsi, atau dibunuh beberapa saat setelah si
bayi lahir. Keadaan seperti itu diperparah dengan semakin banyaknya media cetak
yang berlomba-lomba memamerkan aurat wanita, juga media elektronik dengan
acara-acara yang sengaja dirancang untuk membangkitkan gairah seksual para
remaja. Pada saat seperti inilah sikap Nabi Yusuf Alaihissalam perlu ditanamkan
dalam dada para pemuda Muslim. Para pemuda Muslim harus selalu siap siaga
menghadapi godaan demi godaan yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang
kemaksiatan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam telah menjanjikan kepada
siapa saja yang menolak ajakan untuk berbuat maksiat, ia akan diberi
perlindungan di hari Kiamat nanti sebagaimana sabdanya:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ
اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ ... وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ
امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ... (متفق
عليه).
“Tujuh (orang yang akan dilindungi Allah dalam lindungan-Nya pada hari tidak
ada perlindungan selain perlindunganNya, .. dan seorang laki-laki yang diajak
oleh seorang perempuan terhormat dan cantik, lalu ia berkata aku takut kepada
Allah…” (HR. Al-Bukhari Muslim, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari cet. Daar
Ar-Rayyan, juz 3 hal. 344 dan Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar
Ar-Rayaan, juz 7 hal. 120-121).
Yang ketiga: Ujian yang berbentuk musibah seperti terkena penyakit,
ditinggalkan orang yang dicintai dan sebagainya. Sebagai contoh, Nabi Ayyub
Alaihissalam yang diuji oleh Allah dengan penyakit yang sangat buruk sehingga
tidak ada sebesar lubang jarum pun dalam badannya yang selamat dari penyakit
itu selain hatinya, seluruh hartanya telah habis tidak tersisa sedikitpun untuk
biaya pengobatan penyakitnya dan untuk nafkah dirinya, seluruh kerabatnya
meninggalkannya, tinggal ia dan isterinya yang setia menemaninya dan mencarikan
nafkah untuknya. Musibah ini berjalan selama delapan belas tahun, sampai pada
saat yang sangat sulit sekali baginya ia memelas sambil berdo’a kepada Allah:
“Dan
ingatlah akan hamba Kami Ayuub ketika ia menyeru Tuhan-nya;” Sesungguhnya aku
diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan”. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal.
51).
Dan ketika itu Allah memerintahkan Nabi Ayyub
Alaihissalam untuk menghantamkan kakinya ke tanah, kemudian keluarlah mata air
dan Allah menyuruhnya untuk meminum dari air itu, maka hilanglah seluruh
penyakit yang ada di bagian dalam dan luar tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4
hal. 52). Begitulah ujian Allah kepada NabiNya, masa delapan belas tahun
ditinggalkan oleh sanak saudara merupakan perjalanan hidup yang sangat berat,
namun di sini Nabi Ayub Alaihissalam membuktikan ketangguhan imannya, tidak
sedikitpun ia merasa menderita dan tidak terbetik pada dirinya untuk
menanggalkan imannya. Iman seperti ini jelas tidak dimiliki oleh banyak saudara
kita yang tega menjual iman dan menukar aqidahnya dengan sekantong beras dan
sebungkus sarimi, karena tidak tahan menghadapi kesulitan hidup yang mungkin
tidak seberapa bila dibandingkan dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub
Alaihissalam ini.
Sidang
jamaah rahima kumullah
Yang keempat: Ujian lewat tangan orang-orang kafir dan orang-orang yang
tidak menyenangi Islam. Apa yang dialami oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi
wa salam dan para sahabatnya terutama ketika masih berada di Mekkah kiranya
cukup menjadi pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu diuji dengan berbagai
cobaan berat yang menuntut pengorbanan harta benda bahkan nyawa. Di antaranya
apa yang dialami oleh Rasulullah n di akhir tahun ketujuh kenabian,
ketika orang-orang Quraisy bersepakat untuk memutuskan hubungan apapun dengan
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam beserta Bani Abdul Muththolib dan Bani
Hasyim yang melindunginya, kecuali jika kedua suku itu bersedia menyerahkan
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam untuk dibunuh. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa salam bersama orang-orang yang membelanya terkurung selama tiga
tahun, mereka mengalami kelaparan dan penderitaan yang hebat. (DR. Akram Dhiya Al-‘Umari, As-Sirah
An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 182).
Juga apa
yang dialami oleh para shahabat tidak kalah beratnya, seperti apa yang dialami
oleh Yasir z dan
istrinya Sumayyah dua orang pertama yang meninggal di jalan dakwah selama
periode Mekkah. Juga Bilal Ibnu Rabah Radhiallaahu anhu yang dipaksa memakai
baju besi kemudian dijemur di padang pasir di bawah sengatan matahari, kemudian
diarak oleh anak-anak kecil mengelilingi kota
Mekkah dan Bilal Radhiallaahu anhu hanya mengucapkan “Ahad, Ahad” (DR. Akram
Dhiya Al-Umari, As-Siroh An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 154-155).
Dan masih banyak
kisah-kisah lain yang menunjukkan betapa pengorbanan dan penderitaan mereka
dalam perjuangan mempertahankan iman mereka. Namun penderitaan itu tidak
sedikit pun mengendorkan semangat Rasulullah dan para shahabatnya untuk terus
berdakwah dan menyebarkan Islam.
Musibah yang dialami oleh saudara-saudara kita umat Islam di berbagai tempat
sekarang akibat kedengkian orang-orang kafir, adalah ujian dari Allah kepada
umat Islam di sana, sekaligus sebagai pelajaran berharga bagi umat Islam di
daerah-daerah lain. Umat Islam di Indonesia khususnya sedang diuji sejauh mana
ketahanan iman mereka menghadapi serangan orang-orang yang membenci Islam dan
kaum Muslimin. Sungguh menyakitkan memang di satu negeri yang mayoritas
penduduknya Muslim terjadi pembantaian terhadap kaum Muslimin, sekian ribu
nyawa telah melayang, bukan karena mereka memberontak pemerintah atau menyerang
pemeluk agama lain, tapi hanya karena mereka mengatakan: ( Laa ilaaha
illallaahu ) لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ, tidak jauh berbeda dengan apa yang dikisahkan Allah dalam
surat Al-Buruj ayat 4 sampai 8:
“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi
(dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang
mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman.
Dan mereka tidak menyiksa orang-orang Mukmin itu melainkan karena orang-orang
Mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.
Peristiwa seperti inipun mungkin akan terulang kembali selama dunia ini masih
tegak, selama pertarungan haq dan bathil belum berakhir, sampai pada saat yang
telah ditentukan oleh Allah.
Kita berdo’a mudah-mudahan saudara-saudara kita yang gugur dalam mempertahankan
aqidah dan iman mereka, dicatat sebagai para syuhada di sisi Allah. Amin. Dan
semoga umat Islam yang berada di daerah lain, bisa mengambil pelajaran dari
berbagai peristiwa, sehingga mereka tidak lengah menghadapi orang-orang kafir
dan selalu berpegang teguh kepada ajaran Allah serta selalu siap sedia untuk
berkorban dalam mempertahankan dan meninggikannya, karena dengan demikianlah
pertolongan Allah akan datang kepada kita, firman Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad: 7).
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ. وَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ
بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ
بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ
بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ
وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ
إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ.
Hadirin
jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah!
Sebagai orang-orang yang telah menyatakan iman, kita harus mempersiapkan diri
untuk menerima ujian dari Allah, serta kita harus yaqin bahwa ujian dari Allah
itu adalah satu tanda kecintaan Allah kepada kita, sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam :
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ
مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا اِبْتَلاَهُمْ،
فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ. (رواه الترمذي،
وقال هذا حديث حسن غريب من هذا الوجه).
“Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan (ujian), Dan
sesungguhnya apabila Allah mencintai satu kaum Ia akan menguji mereka, maka
barangsiapa ridha baginyalah keridhaan Allah, dan barangsiapa marah baginyalah
kemarahan Allah”. (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata hadits ini hasan gharib
dari sanad ini, Sunan At-Timidzy cet. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, juz 4 hal.
519).
Mudah-mudahan kita semua diberikan ketabahan dan kesabaran oleh Allah dalam
menghadapi ujian yang akan diberikan olehNya kepada kita. Amin.