Pokjaluh Kabupaten Boyolali berpose didepan kantor Kemenag

Bekerja profesional mengabdi kepada masyarakat

Pertemuan Ustadz-ustadzah MADIN

Pak Masud, S.Ag menyampaikan pertanyaan kepada narasumber

Seminar ESQ

Berpose bersama Narasumber Seminar ESQ

Pelantikan Pokjaluh dan FKPAI

Pelantikan Pengurus Pokjaluh dan Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam Kabupaten Boyolali oleh Kepala Kankemanag Kabupaten Boyolali

Anjangsana Keluarga POKJALUH

Untuk menjalin keakraban antara keluarga penyuluh mengadakan anjangsana setiap tahunnya.

Kamis, 26 Maret 2015

MENGGAPAI HIDUP YANG BARAKAH


Oleh Muchlis, S.Ag
Penyuluh Agama Islam Kecamatan Simo

I. Semua Nikmat Pemberian Allah SWT Menjadi Barakah
Dalam hidup, bagi orang beriman hidup yang berkah menjadi cita-cita atau harapannya. Berkah adalah ziyadatul khoir, bertambahnya kebaikan atas segala nikmat yang dikaruniakan oleh Allah SWT kepada kita.
Berkah berasal dari kata اَلْبِرْكَة Al Birkah yang secara bahasa bermakna مَجْمَعُ الْمَاء  tempat tergenangnya air (kolam air). Kolam yang merupakan tempat tergenangnya air merupakan tempat yang luas, airnya banyak dan tetap.
Jadi اَلْبَرَكَة Al Barakah (keberkahan) adalah kebaikan yang banyak dan tetap pada sesuatu dan bersifat terus-menerus.
Kita memohon kepada Allah agar memberikan kebaikan yang banyak dan berlimpah, dalam nikmat yang telah Dia berikan kepada kita. Karena sedikit yang berkah, jauh lebih baik dari pada banyak, namun tidak berkah.
وَبَارِكْ لَنَا فِيمَا اَعْطَيتَ
Berkahilah untukku terhadap apa yang telah Engkau berikan kepadaku
Ketika diberi umur , umur yang barokah. Artinya semakin tambah umur semakin tambah kebaikan kita . Bahwa hari ini lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Siapa yang hari ini lebih baik dari kemarin maka dialah orang yang beruntung. Siapa yang hari ini sama dengan kemarin maka dia orang yang rugi. Dan siapa yang hari ini lebih jelek dari kemarin maka dia orang yang celaka.
Ketika diberi harta maka harapan kita adalah harta yang barakah. Sebagaimana doa yang sering kita ucapkan ketika berdoa
 وَ بَرَكَةَ فِى رِزقي
Artinya harta kekayaan yang dimiliki bisa sebagai sarana untuk beribadah dan sebagai ladang amal. Rejeki yang diberikan oleh Allah swt kita terima dan kita syukuri. Dengan demikian hati akan menjadi tentram. Harta yang telah diberikan Allah swt sebagian kita gunakan untuk  infak atau sodakok. Bila telah mencapai nisab dan haul ditunaikan zakatnya.
Bukan sebaliknya harta menjadikan kita repot dalam beribadah. Ketika seseorang tidak diberkahi hartanya, dia tidak bisa mendapatkan banyak kebaikan dan manfaat dari hartanya. Kita jumpai ada orang yang hartanya banyak, namun dia terjerat kasus hukum, tidak bahagia bersama keluarga, selalu merasa kurang, habis di tangan anaknya, habis hanya untuk jajan dan jajan.
Merasa berat untuk  zakat, infak atau sodakoh. Pada hal dalam setiap harta yang diberikan oleh Allah swt ada hak yang harus diinfakkan. Itu contoh harta yang tidak berkah.
Demikian pula orang yang tidak diberkahi ilmunya. Sekalipun ilmunya banyak, dia tetap saja seperti orang bodoh. Tidak ada pengaruh ilmu yang dia pelajari. Beberapa kiyai yang sudah mengkhatamkan berbagai buku, namun akhlaknya, ibadahnya, kepribadiannya, tidak jauh berbeda dengan preman.
Ketika di karuniai anak, anak yang  berkah yang bisa menjadi penyejuk mata ketika dipandang.  Anak yang berakhlak mulia, hormat dan berbakti kepada kedua orang tua,  dan menyayangi kepada sesama. Sopan dan santun dalam bertutur kata maupun dalam bertingkah laku. Ringkasnya menjadi anak salih yang menjadi harapan orang tua.
وَٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبۡ لَنَا مِنۡ أَزۡوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعۡيُنٖ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِينَ إِمَامًا ٧٤ [سورة الفرقان,٧٤]
Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS Al Furqon 74)
atau

Ya Tuhanku, Jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan Kami, perkenankanlah doaku. (QS Ibrahim 40)

Ketika punya rumah , rumah yang barokah. Artinya rumah kita adalah sebagai tempat yang paling nyaman, menentramkan dan kita merasa tenang ketika kita di dalamnya. Rumahku adalah surgaku. Maka doa kita adalah  
وَقُل رَّبِّ أَنزِلۡنِي مُنزَلٗا مُّبَارَكٗا وَأَنتَ خَيۡرُ ٱلۡمُنزِلِينَ ٢٩ [سورة المؤمنون,٢٩]
   Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah Sebaik-baik yang memberi tempat."  (QS Al Mukminun 29)

Pada  peristiwa penting dalam  sejarah hidup manusia, seperti ketika lahir dan nikah kita  diajarkan mendoakan agar Allah memberikan barokah kepada orang baru melahirkan atau melangsungkan walimatul ursy pernikahan .
1. Ketika baru lahir
Ketika ada sanak saudara yang dianugerahi melahirkan anak, Ibnu Qoyyim al Jauziyyah dalam kitab Al Ausath mengajarkan doa yang maksudnya agar anak yang baru melahirkan dan orang tuanya mendapatkan barakah.
Dari Hasan Al-Bashri rahimahullah, bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepadanya, “Bagaimana cara saya mengucapkan ucapan selamat (kelahiran)?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah olehmu,
جَعَلَ اللهُ مُبَارَكًا عَلَيْكَ وَ عَلَى أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
 “Semoga Allah menjadikannya anak yang diberkahi atasmu dan atas umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (Atsar ini hasan, dikeluarkan oleh Imam Thabrani).”
Selain dari ucapan tersebut, ada ucapan lainnya yang shahih,
بَارَكَ اللهُ لَكَ فِي الْمَوْهُوْبِ لَكَ، وَشَكَرْتَ الْوَاهِبَ، وَبَلَغَ أَشُدَّهُ، وَرُزِقْتَ بِرَّهُ. وَيَرُدُّ عَلَيْهِ الْمُهَنَّأُ فَيَقُوْلُ: بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ، وَجَزَاكَ اللهُ خَيْرًا، وَرَزَقَكَ اللهُ مِثْلَهُ، وَأَجْزَلَ ثَوَابَكَ
 “Semoga Allah memberkahimu dalam anak yang diberikan kepadamu. Kamu pun bersyukur kepada Sang Pemberi, dan dia dapat mencapai dewasa, serta kamu dikaruniai kebaikannya.
Sedang orang yang diberi ucapan selamat membalas dengan mengucapkan:
 “Semoga Allah juga memberkahimu dan melimpahkan kebahagiaan untukmu. Semoga Allah membalasmu dengan sebaik-baik balasan, mengaruniakan kepadamu sepertinya dan melipat gandakan pahalamu.”
[Lihat Al-Adzkar, karya An-Nawawi, hal. 349, dan Shahih Al-Adzkar lin Nawawi, oleh Salim Al-Hilali 2/713

2. Nikah
Ketika menghadiri walimatul ursy, kita mendoakan mempelai
بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَ كُمَا فِى خَيْرٍ
Semoga Allah memberikan barakah kepada mu (diwaktu senang) dan semoga Allah memberkahi kamu (diwaktu susah) mengumpulan kalian berdua dalam kebaikan.”
Ketika kita menghadiri walimah bukan sekedar yang penting datang dan membawa amplop atau hadiah, ikut makan dari hidangan yang disediakan dan mengucapkan selamat, tetapi lebih dari itu kita harus mendoakan yang punya hajat agar senantiasa diberikan barakah dalam hidupnya, sebagaimana yang dituntunka oleh tauladan kita Nabi Muhammad saw.

II. Kunci Hidup Barakah Adalah Taqwa   
Allah SWT telah memberi petunjuk kepada manusia bagaimana cara untuk menggapai hidup barakah, misalnya dalam QS Al A’rof 7 : 96

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS al a’raf 96 )

Penduduk negeri merupakan kumpulan dari individu-individu. Untuk mewujudkan penduduk negeri yang beriman dan bertaqwa harus dimulai individu-individu, termasuk mulai dari diri pribadi kita masing-masing. Kemudian keluarga, masyarakat dan seterusnya.

III. Menggapai Hidup Barakah Dalam Keseharian
Taqwa dapat dimulai dari hal-hal kecil dalam keseharian hidup kita. Maka untuk menggapai hidup yang barakah juga dapat kita mulai dari hal-hal kecil dalam keseharian kita. Antara lain adalah :
1.      Mengucapkan Bismillah ketika memulai aktivitas
Dalam semua aktivitas hendaklah dimulai dengan membaca bismillah. Dengan bismillah berarti kita telah menyandarkan segala urusan atau aktivitas kita kepada Allah SWT. Dengan demikian segala aktivitas akan bernilai ibadah.
كُلُّ اَمْرٍ ذِى بَالٍ لَا يُبْدَأُ فيْهِ بِبِسْمِ اللهِ الرحمن الرحيم فَهُوَ اَقْطَعٌ اَىْ نَاقِصٌ غَيْرُ تَامٍ فَيَكُوْنُ قَلِيْلُ اْلبَرَكَةِ
Setiap amal yang mempunyai nilai kebagusan yang tidak dimulai dengan membaca Bismillahirrohmanirrohim, maka terputus. Artinya berkurang, tidak bisa sempurna, sedikit barakahnya.”
2.      Mengucapkan salam ketika masuk rumah
Firman Allah swt :
فَإِذَا دَخَلۡتُم بُيُوتٗا فَسَلِّمُواْ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمۡ تَحِيَّةٗ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ مُبَٰرَكَةٗ طَيِّبَةٗۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأٓيَٰتِ لَعَلَّكُمۡ تَعۡقِلُونَ ٦١ [سورة النّور,٦١]
Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya. ( QS Annur 61)

Sabda Rasulullah saw :
وعن أنس رضي الله عنه قال : قال لي رسول الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم « يابُنَّي ، إذا دَخَلْتَ عَلى أهْلِكَ فَسَلِّمْ يَكُنْ بَركةً عَلَيْكَ وَعَلَى أهلِ بَيْتِكَ »
Dari Anas ra. Telah berkata : Rasulullah Sallallahu’ alaihi wa sallam telah bersabda kepada saya, “Wahai anakku ketika kamu bertemu dengan keluargamu maka ucpkanlah salam, niscaya berkah akan dilimpahkan kepadamu dan keluargamu.”

Mengucapkan salam ketika bertemu teman, saudara hal sudah menjadi kebiasaan kita. Begitu pula ketika mau masuk kerumah orang lain. Atau bahkan ketika masuk rumah sendiri dan dirumah ada orang atau anggota keluarga kita. Tapi kalau rumah kita kosong apakah kita juga sudah terbiasa mengucapkan salam?

3.      Menghabiskan makanan yang dimakan
Selain senantiasa membaca doa ketika mau makan, hal kecil yang perlu diperhatikan adalah menghabiskan makanan yang dimakan. Karena kita tidak tau  bagian mana barakah yang ada dalam makanan itu.
Bukanlah kita semua bekerja banting tulang, dari pagi hingga malam adalah untuk makan? Tapi setelah ada makanan kita sia-siakan

4.      Berjamaah
اِنَّ الْبَرَكَةَ مَعَ الْجَمَا عَةَ
Sesungguhnya barakah itu beserta jamaah.
Dalam ibadah misalnya shalat jamaah dapat keuatamaan 27 kali dibanding shalat sendirian.
Hendaknya makan bersama-sama dengan orang lain, baik tamu, keluarga, kerabat, anak-anak atau pembantu. Sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

اِجْتَمِعُوْا عَلَى طَعاَمِكُمْ يُبَارِكْ لَكُمْ فِيْهِ.

Berkumpullah kalian dalam menyantap makanan kalian (bersama-sama), (karena) di dalam makan bersama itu akan memberikan berkah kepada kalian.” [HR. Abu Dawud no. 3764, hasan. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 664]

Dalam muamalah misalnya membangun jalan bila dilaksanakan dengan gotong royong akan lebih ringan dibandingkan dilaksnakan oleh satu orang. Makan bersama-sama akan lebih nikmat dibandingkan makan sendirian.

5.      Membaca Al Quran
Al Quran adalah kalamullah yang penuh berkah. Sudah semestinya orang yang senantiasa membaca nya akan senantiasa mendapatkan barakah dari Allah SWT dalam hidupnya, bahkan sampai hari kiamat kelak akan mendapat syafaatnya.
  
dan Al-Quran itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, Maka ikutilah Dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat. Al an’am 155


Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. ( QS Shad 29 )

6.      Berdoa mohon keberkahan
"اللهم بارك امتي في بكورها"
"Ya Allah, berkahilah umatku yang (bersemangat ) di pagi harinya." (HR. Abu Daud).
Demikian semoga bermanfaat. Selamat menggapai hidup yang barakah. Wallahu a’lam.

Selasa, 24 Maret 2015

Profil Penyuluh Agama Islam Fungsional Kab. Boyolali




NAMA                   : Drs. Slamet Arifin, M.Ag.
NIP                         : 19661007 200003 1 001
PANGKAT/GOL   : Pembina Tk. I / IV b
TEMPAT TUGAS : Kecamatan Ngemplak







NAMA                   : Uswatun Hasanah,S.Ag.
NIP                         : 19710911 200312 2 001
PANGKAT/GOL   : Penata TK I/ III/d
TEMPAT TUGAS : Kecamatan Nogosari









NAMA                   : Muh. As'ad Ahmadi, S.Ag
NIP                         : 19710202 200501 1 003
PANGKAT/GOL   : Penata Muda Tk I /IIIb
TEMPAT TUGAS : Kecamatan Sambi


NAMA                   : Dra. Hj. Nafi'ah
NIP                         : 19630614 200701 2 011
PANGKAT/GOL   : Penata Muda Tk I /IIIb
TEMPAT TUGAS : Kecamatan Mojosongo









NAMA                   : Muchlis, S.Ag.
NIP                         : 19750718 200501 1 002
PANGKAT/GOL   : Penata Muda Tk I /IIIb
TEMPAT TUGAS : Kecamatan Simo








NAMA                   : Drs. Asfani.
NIP                         :
PANGKAT/GOL   : Penata Muda Tk I /IIIb
TEMPAT TUGAS : Kecamatan Banyudono










NAMA                   : Mas'ut, S.Ag
NIP                         : 19710205200604 1 014
PANGKAT/GOL   : Penata Muda Tk I /IIIb
TEMPAT TUGAS : Kecamatan Kemusu







NAMA                   : Drs. H. Ali Munawar
NIP                         : 19680825200901 1 002
PANGKAT/GOL   : Penata Muda Tk I /IIIb
TEMPAT TUGAS : Kecamatan Wonosegoro




NAMA                   : Drs. Farid Ma'ruf
NIP                         : 19650112 200701 1 028
PANGKAT/GOL   : Penata Muda Tk I /IIIb
TEMPAT TUGAS : Kecamatan Cepogo








NAMA                   : H. Iwan Hafidz Zaini, S.HI
NIP                         : 19830130 200901 1 008
PANGKAT/GOL   : Penata Muda Tk I /IIIb
TEMPAT TUGAS : Kecamatan Boyolali








NAMA                   : Muhammad Dirham Al Fatah, S.Ag
NIP                         : 19691222 200710 1 002
PANGKAT/GOL   : Penata Muda /IIIa
TEMPAT TUGAS : Kecamatan Selo




NAMA                   : Maryanto, S.Pd.I
NIP                         : 19720605 200901 1 019
PANGKAT/GOL   : Penata Muda Tk I /IIIb
TEMPAT TUGAS : Kecamatan Ampel







NAMA                   : Drs. Rojak
NIP                         :
PANGKAT/GOL   : Penata Muda Tk I /IIIb
TEMPAT TUGAS : Kecamatan Karanggede









NAMA                   : Arifin, S.Sos
NIP                         : 19820320 200901 1 012
PANGKAT/GOL   : Penata Muda Tk I /IIIb
TEMPAT TUGAS : Kecamatan Juwangi







NAMA                   : Muh. Fatkhul Ihsan, SE
NIP                         : 19750103200901 1 007
PANGKAT/GOL   : Penata Muda Tk I /IIIb
TEMPAT TUGAS : Kecamatan Andong








NAMA                   : Ngafwani, S.Ag
NIP                         : 19701014  200901 1 003
PANGKAT/GOL   : Penata Muda  / IIIa
TEMPAT TUGAS : Kecamatan Musuk






















Senin, 23 Maret 2015

Khotbah Jum'at = Diterimanya Amal

Oleh : Iwan Hafidz Zaini, S.HI

Hadirin Jamaah Jum’at yang dimulyakan Allah
Marilah pada siang hari ini kita senantiasa memanjatkan syukur dan menambahkan ketaqwaan kita kepada Allah Swt dengan melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang.

Hadirin Jamaah Jum’at yang dimulyakan Allah
Manusia diciptakan oleh Allah adalah untuk beribadah kepada-Nya

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦
Artinya “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku

Kita beribadah bukan hanya masalah hubungan dengan Tuhan (hablumminallah) saja. Tetapi juga hubungan kita terhadap sesama manusia (hablumminannas). Ibadah kita terhadap Allah yaitu dengan cara mentaati segala perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya. Sedangkan wujud ibadah kita terhadap sesama adalah dengan berbuat baik (ihsan), saling berbagi (sedekah,zakat), saling tolong menolong dalam kebaikan (ta’awun ‘alal bir), memuliakan tamu (ikrom dzoif), dan lain sebagainya. Jika hidup kita ini dipenuhi dengan kegiatan ibadah, tentu saja Allah akan memberikan penghargaan (reward) atau pahala. Sebaliknya, jika hidup kita inkar kepada Allah dengan melakukan kemaksiatan maka akan mendapat hukuman (punishmen) atau siksa.

Ma’syirol muslimin rohimakumullah
Tentunya kita semua ingin mendapat pahala. Jika demikian, kita harus memperbanyak beribadah atau beramal shalih. Akan tetapi, walaupun sepertinya kita melakukan ibadah tetapi hal tersebut malah tidak diterima atau tidak dipandang oleh Allah sebagai amal ibadah.
Tentunya kita tidak ingin amal ibadah yang kita lakukan sia-sia atau tanpa hasil dan tidak ada pahalanya. Adapun perkara yang bisa menyebabkan ibadah kita diterima oleh Allah Swt sebagaimana yang disebutkan oleh Syeckh Abdul Qodir Jaelani dalam kitab Al-Ghunyah adalah:

1.        Taubat
Syarat utama diterimanya ibadah adalah bertaubat. Sebagaimana firman Allah:
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ ٢٢٢
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri
Taubat adalah kembali taat kepada Allah dan menyesal dengan bersungguh-sungguh terhadap dosa yang telah dilakukan serta memohon ampunan dari Allah. Hukum taubat adalah wajib. Baik itu dosa terhadap Allah maupun dosa terhadap sesama manusia. Jika dosa itu berkaitan dengan manusia, hendaklah ia meminta maaf.

2.    Ikhlas
Perkara yang menyebabkan diterimanya amal adalah ikhlas. Sebagaimana firman Allah:
 وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ ٥
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”
Para ulama berbeda pendapat tentang makna ikhlas. Al-Hasan berkata : Aku bertanya kepada Khudzaifah tentang makna ikhlas dan ia menjawab, “Saya juga bertanya kepada Nabi tentang apakah itu ikhlas dan beliau menjawab, “Aku telah bertanya kepada Jibril tentang apakah itu ikhlas dan Jibril menjawab, “Saya telah bertanya kepada Allah tentang ikhlas dan Allah berfirman, “Ikhlas adalah salah satu rahasiaKu yang Aku titipkan kepada hati orang-orang yang Aku cintai.”

Sa’id bin Jubair berkata, ikhlas adalah seorang hamba memurnikan agama dan amalannya hanya untuk Allah, tidak menyekutukan Allah dan tidak memamerkan amalnya kepada seorangpun. Adapun tanda keikhlasan menurut Dzun Nun al-Mishri adalah pertama, orang yang bersangkutan memandang sama antara pujian dan celaan manusia. Kedua, melupakan amal yang ia lakukan. Ketiga, lupa atas haknya menerima pahala di akherat karena amal tersebut.

Menurut Imam Al-Ghazali ikhlas itu ada 3 tingkatan. Pertama, ikhlas awam. Yakni, ikhlas dalam beribadah kepada Allah karena dilandasi perasaan takut kepada siksaan-Nya dan masih mengharapkan pahala dari-Nya. Kedua, ikhlas khawas, yaitu ikhlas dalam beribadah kepada Allah karena dimotivasi oleh harapan agar menjadi hamba yang lebih dekat dengan Allah dan dengan kedekatannya kelak ia mendapatkan ‘sesuatu’ dari-Nya. Ketiga, ikhlas khawas al-khawas, yaitu ikhlas dalam beribadah kepada Allah karena atas kesadaran yang tulus dan keinsyafan yang mendalam bahwa segala sesuatu yang ada adalah milik Allah dan hanya Dialah Tuhan Yang Maha Segala-galanya.

Hadirin Jamaah Jum’at yang berbahagia
Sifat dan perbuatan hati yang ikhlas itu merupakan perisai moral yang dapat menjauhkan diri dari godaan setan. Menurut At-Thobari, hamba yang muhlis adalah orang-orang mukmin yang benar-benar tulus sepenuh hati dalam beribadah kepada Allah, sehingga hati yang murni dan benar-benar tulus itu menjadi tidak mempan dibujuk rayu dan diprovokasi setan.
Ibnu Qoyyim Al-Jauziah mengatakan, “Amal tanpa keihklasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tetapi tidak bermanfaat. Oleh sebab itu, selain menjadi kunci diterimanya amal ibadah, ikhlas juga membuat perbuatan kita bermakna dan tidak sia-sia. Perbuatan yang bermakna adalah perbuatan yang berangkat dari hati yang ikhlas.

Di ceritakan, ada seorang ahli ibadah yang mengunjungi suatu kaum, kaum itu mengadu kepadanya bahwa di tempat mereka itu ada pohon yang sering disembah penduduk, mereka tidak menyembah Allah. Ahli ibadah (abid) itu marah, lantas ia membawa kampak akan menebang pohon itu. Iblis (nenek moyang setan) dalam bentuk seorang syekh menyambutnya dan berkata, “Hendak kemana kamu, mudah mudahan Allah merahmati kamu.” Ahli ibadah itu menjawab, “Saya hendak menebang pohon ini.” Iblis berkata, “Apa urusanmu dengan pohon itu, kamu telah meninggalkan ibadahmu.” Ahli ibadah itu menjawab, “Sesungguhnya ini sebagian dari ibadahku.” Iblis berkata, “Aku tidak membiarkanmu menebangnya.”
Lantas iblis itu berkelahi dengan ahli ibadah itu. Ahli ibadah itu berhasil menangkap iblis itu dan membantingnya ke tanah dan didudukinya iblis itu. Iblis berkata, “Lepaskan aku agar aku dapat berbicara denganmu.” Ahli ibadah itu berdiri, lantas iblis berkata, “Sesungguhnya Allah telah menggugurkan kewajibanmu menebang pohon itu; menebang pohon itu adalah tugas nabi, bukan tugasmu kecuali bila nabi menyuruhmu.” Abid itu menjawab, “Aku akan menebangnya.

Kemudian abid berkelahi kembali dengan iblis itu dan ia berhasil membantingnya ke tanah dan menduduki dada iblis itu. Maka iblis berkata, “Apakah tidak ada keputusan yang lebih baik untuk menyelesaikan urusan kita?” Abid bertanya, “Apa itu?”
“Lepaskan dahulu aku” kata iblis itu “supaya aku dapat mengatakan sesuatu kepadamu.” Abid melepaskannya. Iblis itu berkata, “Kamu adalah orang miskin yang bergantung pada orang lain, maukah kamu melebihi orang-orang itu sehingga kamu dapat membantu tetanggamu, kamu kenyang dan tidak lagi memerlukan bantuan orang lain.” Abid menjawab, “Ya.” “Pulanglah..” kata iblis “aku akan menyelipkan di bawah bantalmu dua dinar setiap malam. Uang itu bisa membantu tetanggamu sehingga kamu lebih berguna bagi saudaramu, itu lebih baik dari pada kamu menebang pohon itu.” Abid kemudian berpikir dan ia berkesimpulan “Syekh itu benar, saya bukan seorang nabi, Allah tidak mewajibkan saya menebang pohon itu, nabi pun tidak, menerima uang lebih bermanfaat bagi orang banyak ketimbang menebang pohon itu.” Lantas Abid itu kembali ke tempat ibadahnya. Pagi pagi ada dua dinar dekat kepalanya, ia mengambilnya, begitu juga keesokan harinya. Pada pagi hari yang ketiga uang itu tidak ada.

Abid itu marah, ia mengambil kampaknya lagi hendak menebang pohon itu. la disambut iblis yang menyamar seorang syekh. Syekh (sebenarnya iblis) bertanya, “Kemana?” Kata abid “Saya akan menebang pohon itu.” Iblis berkata, “Kamu berdusta, kamu tidak akan mampu melakukannya.” Lalu abid itu memegang iblis tersebut hendak menangkapnya. Kata iblis, “kamu tidak akan sanggup.” Bahkan iblis yang sanggup membanting ahli ibadah itu dan menduduki dadanya sambil berkata, “Akan kamu teruskan menebang pohon itu atau aku akan menyembelihmu.

Iblis berkata, “Hai ahli ibadah, maukah kamu tahu mengapa kau kalah?” Kata iblis, “Sesungguhnya mula-mula kamu marah karena Allah, lalu aku kalah, kali ini kamu marah karena uang (dunia) lalu kamu saya kalahkan.

Dalam cerita di atas ikhlas itu ialah melakukan sesuatu karena Allah, bukan karena uang. Karena Allah artinya karena diperintah oleh Allah. Cerita ini membenarkan firman Allah Kecuali hamba-hambaKu yang ikhlas (Shaad:83). Maksudnya, hanya hambaKu yang ikhlas yang tidak akan kalah melawan setan.


3.    Tidak Riya’
Riya’ adalah sifat kebalikan dari ikhlas. Riya’ adalah melakukan amal kebajikan namun tidak untuk mencari keridhaan Allah, melainkan untuk mencari pujian atau kemasyhuran dari masyarakat. Selama roh masih bersemayam dalam tubuh tidak ada jaminan manusia aman dari perbuatan riya’. Riya’ dapat selalu menjangkiti siapapun. Tidak peduli itu orang yang berilmu atau tidak, orang kaya atau miskin, berpangkat tinggi atau rendah. Semua bisa terkena sifat riya’.

Allah Swt dengan tegas mengancam para pelaku amal kebaikan yang didasari atas sifat riya’. Allah memperingatkan agar kita berhati-hati terhadap godaan dan tipuan nafsu yang dapat menyebabkan kita terjebak dalam perbuatan riya’.

Allah berfirman:
فَوَيۡلٞ لِّلۡمُصَلِّينَ ٤ ٱلَّذِينَ هُمۡ عَن صَلَاتِهِمۡ سَاهُونَ ٥  ٱلَّذِينَ هُمۡ يُرَآءُونَ ٦  وَيَمۡنَعُونَ ٱلۡمَاعُونَ ٧
Artinya: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (QS. Al-Maun:4-7)

Sifat riya’ bisa termasuk perbuatan syirik. Sebagaimana hadits dari Syaddad bin Aus Ra. Berkata : Aku mendatangi Nabi dan ku lihat diwajahnya terbersit sesuatu yang mengkhawatirkanku. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang membuatmu resah?” beliau menjawab, “Aku khawatir sepeninggalku umatku berbuat syirik.” Aku bertanya lagi, “Apakah mungkin sepeninggalmu mereka akan berbuat syirik, wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “Memang mereka tidak menyembah matahari, bulan, patung dan batu. Namun mereka riya’ dalam amal-amal mereka dan riya’ adalah perbuatan syirik”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَخْوَفُ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ, فَسُئِلَ عَنْهُ فَقَالَ: الرِّيَاءُ.
“Sesuatu yang paling aku khawatirkan terhadap kalian adalah syirik kecil.”
Ketika ditanya tentang (syirik kecil) itu, beliau menjawab, “Riya.” (HR. Ahmad, Ath-Thabrany dan Al-Baihaqy)
Oleh sebab itu, marilah kita menjauhi sifat riya’ ini dengan benar-benar memurnikan amal kita karena Allah supaya amal ibadah kita diterima Allah Swt.
Akhir kata, mumpung kita masih diberikan kenikmatan hidup, kita pergunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Yaitu, dengan beribadah kepada Allah dengan sebenar-benarnya.






Diberdayakan oleh Blogger.